Berbagai resiko dan penyakit akibat kerja serta upaya penanggulangannya
harus dievaluasi dan diagnosa penyebabnya, dalam rangka upaya tersebut
diperlukan program pemeliharaan kesehatan tenaga kerja secara terpadu.
Bahwa tenaga kerja yang menderita kecelakaan dan penyakit akibat kerja
mempunyai hak sesuai ketentuan, karena itu kecelakaan dan penyakit akibat kerja
perlu di diagnosis dan dinilai serta ditetapkan tingkat kecocokannya. Bentuk
perlindungan adalah perlindungan terhadap K3, serta perlindungan terhadap
risiko dalam bentuk jaminan sosial yang diatur dalam undang-undang jaminan
sosial yang diatur dalam Undang – Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek).
Pedoman diagnoses dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyalur
akibat kerja tertuang dalam kepedulian Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP 62 A/MEN/1992, menimbang perkembangan industri
berakibat meningkatnya penyakit akibat kerja dan upaya pemeliharaan
kesehatannya. Sebelumnya diterbitkan peraturan menteri tenaga kerja dan
pemerataan kerja. Peraturan itu menekankan pentingnya pemeriksaan kesehatan
agar tenaga kerja dalam kondisi kesehatan yang sesuai untuk pekerjaan yang
setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular dan sesuai untuk pekerjaan
yang dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan kerja yang bersangkutan dapat
terjamin.
Kemudian diperkuat dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Keputusan
Presiden menekankan lebih meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja,
berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja. Penguatan atas kecelakaan kerja
dibuktikan atas hasil diagnosis dokter yang merawat penyakit diakibatkan oleh
pekerjaan.
Terdapat tiga puluh satu macam penyakit yang diakibatkan atas hubungan
kerja, sebagian besar karena pengaruh bahan kimia (chemical hazards).
Penyakit akibat kerja pada mata disebabkan pemaparan cahaya, asap,
panas sehingga menyebabkan kelainan penglihatan, lapang pandang, pedih dan
penglihatan warna. Penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT), akibat suara
di atas ambang batas (90 dB) maka terjadi penciuman akibat terpapar zat toksik
(chemical hazards), sehingga gangguan tenggorok akibat tertelannya zat kimia
sehingga sakit tenggorokan dan suara parau dan mengganggu sistem pernafasan.
Gangguan paru akibat pemaparan faktor risiko di tempat kerja antara
lain berupa : debu, gas, uap dan asap. Penyakit paru dapat berupa kelainan
kronik dan kelainan akut, diagnosis melalui anamnesis yaitu tentang riwayat
pekerjaan termasuk zat pemaparan. Keluhan penyakit seperti batuk, nafas, nyeri
dada, mengi. Gangguan akibat radiasi, akibat pemaparan radiasi di tepat kerja
misalnya proses pengelasan, pengobatan, pemeriksaan sinar lazer, akibat
pemaparan laboratorium tentang patologi anatomi, hemoglobin dan penyakit lain
akibat kerja. Gangguan syaraf (neurology), disebabkan gangguan metabolisme,
infeksi dan traumatic sehingga kelainan system syaraf bisa kelainan motorik,
kelainan sensibilitas. Susah juga bila terjadi gangguan syaraf motorik bisa menjadikan
kelumpuhan.
Gangguan kulit, akibat pekerjaan dan lingkungan kerja yang berupa
faktor resiko fisik, kimia, mekanik dan psikologik. Diagnosis meliputi :
anamnesis (keluhan, riwayat pekerjaan), hasil pemeriksaan dokter, secara
patogenesis gangguan kulit karena iritasi yaitu proses merusak kulit dan
alergik terjadi dermatitis akibat mekanisme hipersensitivitas dan
dermatomikosis disebabkan oleh jamur, perubahan warna kulit hipo atau
hiperpigmentasi, tumor ganas kulit.
Tumor ganas kulit disebabkan oleh zat bersifat karsinogen seperti sinar
ultraviolet, radiasi ionisasi, sinar x, sinar beta.
Oleh sebab itu pekerjaan pengelasan, pekerjaan penempaan dan pekerja
pada tanur pengecoran logam harus mendapatkan proteksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar