Rabu, 03 September 2014

Mendeteksi Penyakit Akibat Hubungan Kerja



Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Menyebutkan bahwa untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja perlu menetapkan beberapa macam penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Karena itu setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir.

Hak atas jaminan kerja yang hubungan kerja telah berakhir, apabila menurut hasil diagnosa dokter yang merawat penyakit tersebut diakibatkan oleh pekerjaan selama tenaga kerja. Dalam keputusan Presiden tersebut terdapat tiga puluh satu penyakit yang timbul atau ditetapkan karena hubungan kerja, diantaranya yang terbanyak akibat toksis bahan kimia dan pengaruh debu. Pemaparan melalui pernafasan (inhalasi) dan iritasi kulit mendominasi dampak pemaparan.


Jaminan kecelakaan kerja diperlukan mengingat penyakit akibat kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. Akibat dari cacat karena kecelakaan kerja mengakibatkan tingginya angka absentisme. Hal yang sama diperlukan jaminan pemeliharaan kesehatan, dalam kurun waktu tertentu diperlukan pemeriksaan tertentu diperlukan pemeriksaan kesehatan, dimaksudkan untuk tetap sehat serta upaya meningkatkan produktivitas kerja serta merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan.

Berbagai macam cara mendeteksi gangguan kesehatan pertama mengadakan monitoring di lokasi tempat kerja, kondisi semacam apa sehingga menyebabkan gangguan kesehatan dan melakukan tanya jawab kepada tenaga kerja terkait dengan tugasnya. Ungkapan mereka adalah benar bisa dipakai bahan pertimbangan. Kedua laporan medis pusat pemeriksaan kesehatan, memperhatikan macam penyakit yang timbul, diagnosa medik sangat membantu sehingga memberikan rekomendasi kepada manajemen tentang aneka ragam penyakit yang timbul untuk diambil sebagai kebijakan.

Deteksi lain atas gangguan kesehatan adalah kesehatan gizi pada umumnya, ternyata akibat gizi buruk mempengaruhi produktivitas kerja, adapun keadaan gizi kurang  baik dikarenakan penyakit endemis dan parasitis sehingga mengurangi daya tahan tubuh.

Lingkungan kerja tidak higienis kurang membantu produktivitas optimal tenaga kerja. Faktor psikologis bisa mempengaruhi produktivitas kerja, terutama pengaruh kepribadian yang melekat misalnya segan bertanya, kurang terbuka dalam mengemukakan pendapat.

Manajemen harus mengetahui secara tepat bagaimana harus memutuskan kebijakan khususnya penyakit akibat hubungan kerja. Perlu dibina keahlian tenaga kesehatan (P2K3) tentang human engineering. Perlu diadakan applied research tentang kesehatan kerja, gizi kerja.

Peranan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja dalam hubungan kerja lebih produktif, diharapkan mampu mendeteksi prediktif penyakit akibat hubungan kerja. Pendekatan yang dilakukan dalam kedokteran pencegahan, epidemiologi sangat baik dilakukan.


Masyarakat sekelilingnya mempunyai saham yang besar terutama ikut monitoring kesehatan di lingkungan, sebab aspek lain tentang penyebaran dan pemaparan bisa diterima oleh masyarakat.

Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja memberi perhatian pada toksikologi terutama karakteristik pemaparan, pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan dan mengurangi pemaparan terhadap bahan yang berbahaya di lingkungan kerja sampai ke tingkat yang tidak membahayakan kesehatan.

Sistem pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya yang diduga menghasilkan zat berbahaya melalui beberapa cara, misalnya cara isolasi untuk mencegah kontaminasi terhadap udara ruang kerja. Sistem ventilasi di tempat kerja untuk menjamin suhu yang nyaman, sirkulasi udara segar untuk melarutkan zat pencemar sampai batas yang diperkenankan.

Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja memberikan pada masa terhadap upaya mempertahankan pemaparan yang rendah terhadap zat yang toksik (zat kimia dan debu).

Sistem pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya yang diduga menghasilkan zat berbahaya melalui beberapa cara, misalnya cara isolasi untuk mencegah kontaminasi terhadap udara ruang kerja. Sistem ventilasi di tempat kejra untuk menjamin suhu yang nyaman, sirkulasi udara segar untuk melarutkan zat pencemar sampai batas yang diperkenankan.

Untuk mengenal faktor lingkungan kerja pertama yang diperhatikan produksi dan limbah. Informasi tentang material safety data sheet juga harus dipelajari. Setiap bahan baku yang digunakan tentu disertakan label kemasan bahan sebagai pedoman kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar